Bangunan Ekologis
A. Definisi Ekologi
Ekologi adalah ilmu yang
mempelajari antara organisme dengan suatu lingkungan dan lainnya. Ekologi
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “Oikos” (Habitat) dan “Logos” (Ilmu).
Ekologi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antar
mahluk hidup ataupun mahluk hidup dengan lingkungannya berada. Di dalam
ekologi, mahluk hidup juga dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan
lingkungannya. Ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernest Haeckel (1834-1914).
B. Ekologi dan Arsitektur
Arsitektur dan ekologi sangat
erat sebagaimana memanfaatkan potensi alam sebaik mungkin guna menciptakan
desain go green. Berikut ketertarikan antara pola perencanaan Arsitektur dengan
ekologis :
1.
Dinding,
atap sebuah gedung sesuai dengan tugasnya, harus melindungin sinar panas,
angin, dan hujan
2.
Intensitas
energi baik yang terkandung dalam bahan bangunan yang digunakan saat
pembangunan harus seminal mungkin.
3.
Bangunan
sedapat mungkin diarahkan menurut orientasi Timur-Barat dengan bagian
Utara-Selatan menerima cahaya alam tanpa kesilauan.
4.
Dinding suatu bangunan harus memberi
perlindungan terhadap pamas. Daya serap pamas dam tebalnya dinding sesuai degan
kebutuhan iklim/suhu ruang didalamnya. Bangunan yang memperhatikan penyegaran
udara secara alami bias menghemat banyak energi.
C. Prinsip-prinsip ekologi sering
berpengaruh terhadap arsitektur (Batel dinur, Interviewing Architecture and
Ecology – A theoretical Pespective).
Adapun prinsip-prinsip ekologi
tersebut antara lain :
a.
Flutuation
Prinsip
fluktuasi menyatakan bahwa bangunan didesain dan dirasakan sebagai tempat membedakan
budaya dan hubungan proses alami. Bangunan seharusnya mencerminkan hubungan proses
alami yang terjadi di lokasi dan lebih dari pada itu membiarkan suatu proses
dianggap sebagai proses dan bukan sebagai penyajian dari proses, lebihnya lagi
akan berhasil dalam menghubungan orang-orang dengan kenyataan pada lokasi
tersebut.
b.
Stratification
Prinsip
stratifikasi menyatakan bahwa organisasi bangunan seharunya muncul keluar dari
interaksi perbedaan bagian-bagian dan tingkat-tingkat. Semacam organisasi yang
membiarkan kompleksitas untuk diatur secara terpadu.
c.
Interdependence
(saling ketergantungan)
Menyatakan
bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah hubungan timbal balik. Peninjau
(perancang dan pemakai) seperti halnya lokasi tidak dapa dipisahkan dari bagian
bangunan, saling ketergantungan antara bangunan dan bagian-agiannya
berkelanjutan sepanjang umur bangunan.
Eko
arsitektur menonjolkan arsitektur yang berkualitas tinggi meskipun kualitas di
bidang arsitektur sulit diukur dan ditentukan, tak ada garis batas yang jelas
antara arsitektur yang bermutu tinggi dan arsitektur yang biasa saja. Fenomena yang
ada adalah kualitas arsitektur yang hanya memperhatikan kualitas hidup dan
keinginan pemakainya, padahal mereka adalah tokoh uutama yang jelas.
Dalam
pandangan eko-arsitektur gedung dianggap sebagai mahluk atau organic, berarti
bahwa bidang batasan antara bagian luar dan dalam gedung tersebut, yaitu
dinding, lantai, dan atap dapat dimengerti sebagai kulit ketiga manusia (kulit
manusia sendiri dan pakaian sebagai kulit pertama dan kedua). Dan harus
melakukan fungsi pokok yaitu bernapas, menguap, menyerap, melindungi, menyekat,
dan mengatur (udara, kelembaban, kepanasan, kebisingan, kecelakaan, dan
sebagainya). Oleh karena itu sangat penting untuk mengatur sistem hubungan yang
dinamis antara bagian dalam dan luar gedung. Dan eko-arsitektur senantiasa
menuntut agar arsitek (perencana) dan pengguna gedung berada dalam satu
landasan yang jelas.
Pada
perkembangannya eko-arsitektur disebut juga dengan istilan green architectur
(arsitektur hijau) mengingat subyek arsitektur dan konteks lingkungannya. Dalam
perspektif lebih luas, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan global alami
yang meliputi unsur bumi, udara, air, dan energy yang perlu dilestarikan. Eko-arsitektur
atau arsirtektur hijau ini dapat disebut juga sebagaia arsitektur hemat energy yaitu
salah satu tipologi arsitektur yang berorientasi pada konservasi lingkungan
global alami.
1.
Perhatian
pada iklim setempat. Pengunaan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim.
Pembangunan yang menghemat energi Orientasi terhadap sinar matahari dan angin.
Penyesuain pada perubahan suhu siang-malam.
2.
Subsitusi
sumber energi yang tidak dapat diperbaharui meminimalisasi penggunaan energi
untuk alat pendingin. Menghemat sumber energi yang tidak dapat diperbaharui.
3.
Penggunaan
bahan bangunan yang dapat dibudidayakan dan yang menghemat energi. Memilih
bahan bangunan menurut penggunaan sumbeh bahan yang tidak dapat diperbaharui.
Upaya memajukan penggunaan energi alternatif. Penggunaan kembali sisa-sisa
bahan bangunan yang dapat dibudidayakan.
4.
Pembentukan
peredaran yang utuh diantara penyediaan dan pembuangan bahan bangunan, energi,
dan air gas kotor, air limbah, sampah, dihindari sejauh mungkin menghemat
sumber daya alam (udara, air, dan tanah). Perhatian pada bahan mentah dan
sampah yang tercemah perhatian pada peredaran air bersih dan limbah air.
5.
Penggunaan
teknologi tepat guna yang manusiawi memanfaatkan/menggunakan bahan bangunan
bekas pakai. Menghemat hasil produk bahan bangunan. Mudah dirawat dan
dipelihara produksi yang sesuai dengan pertukangan hipotesis Gaia.
Yang paling berpengaruh dasar
perencanaan arsitektur masa depan adalah Hipotesis Gaia, “kehidupan bukan
menciptakan lingkungan menurut kebutuhannya dan kehidupan bukan factor penentu,
melainkan sistem keseluruhan termasuk lingkungan dan kehidupan.”
Hipotesis ini kemudian dibuktikan
karena organisme-organisme dan lingkungan fisik kimia dalam evolusinya yang
berhubungan erat sehingga bumi dapat dianggap sebagai mahluk hidup, sebagai
organic yang mengatur suhu, iklim, dan susunan kimia. Perencanaan benda apapun
yang dihasilkan melalui kecerdasan manusia adalah bagia mikrokosmos. Cara
kehidupan manusia sangat erat kaitannya dengan kehidupan mahluk-mahluk lainnya.
Kerusakan bumi yang diakibatkan oleh manusia di muka bumi ini akan menyakiti
bumi sebagai Gaia dan akan menghancurkan dasar kehidupan manusia.
Pencahayaan dan pembayangan akan
memengaruhi orientasi dalam ruang. Bagian ruang yang tersinari dan yang dalam
keadaan gelap akan menentukan nilai psikis yang berhubungan dengan ruang,
cahaya matahari memberi kesan vital dalam ruang, terutama jika cahaya matahari
masuk dari jendela yang orientasinya terhadap mata angin.
Di alam pencahayaan selalu
berasal dari atas yaitu matahari. Pencahayaan matahari didaerah tropis
mengandung gejala sampingan dengan sinar panas, maka daerah tropis manusia menganggap
ruang yang agak gelap sebagai kesejukan akan tetapi untuk ruang kerja ketentuan
tersebut melawan kebutuhan cahaya untuk mata manusia.
Berhubung pencahayaan buatan
dengan bola lampu dan sebagainya mempengaruhi kesehatan manusia, maka
dibutuhkan pencahayaan alam yang terang tanpa silau dan tanpa sinar panas.
Untuk memenuhi tuntutan yang berlawanan ini maka sebaiknya sinar matahari tidak
diterima secara langsung melainkan dipantulkan terlebih dahulu ke dalam air
kolam. Lantai atau lewat langit-langit bangunan. Pencahayaan alam mengandung
efek penyembuhan dan meningkatkan kreativitas manusia.
Kenyamanan dan kreativitas dapat
juga dipengaruhi oleh warna. Oleh sebab itu warna adalah salah satu cara untuk
memengaruhi cirri khas suatu ruang atau gedung. Badan manusia bereaksi sangat
sensitifterhadap ransangan dari masing-masing warna. Setiap warna memilik
frekuensi tertentu, maka pengaruhnya atas badan manusia menjadi berbeda pula.
·
Warna
ungu indigo memiliki frekuensi yaitu 750 Thz
·
Warna
biru memilik frekuensi yaitu 670 Thz
·
Warna
hijau memilik frekuensi tertinggi yaitu 600 Thz
·
Warna
Kuning memiliki frekuensi tertinggi yaitu 550 Thz
·
Warna
Oranye memiliki frekuensi tertinggi yaitu 500 Thz
·
Warna
Merah memiliki frekuensi tertinggi yaitu 430 Thz
Masing-masing warna memiliki ciri
khusus yaitu sifat warna, sifat cahay, dan kejenuhan (intensitas sifat warna).
Makin jenuh atau kurang bercahaya suatu warna akan makin bergairah, sebaiknya
hawa nafsu dapat ditingkatkan dengan penambahan cahaya.
Alat vital manusia juga memiliki
warna : Jantung (hijau), Solarplexus (kuning), Lambung (Oranye), Ari-ari
(merah), Pangkal teggrorokan (Biru muda), Kemaluan (indigo), Ujung atas kepala
(Ungu). Warna juga memiliki arti antara lain:
·
Warna
kuning yaitu artinya penolak rasa mengantuk
·
Warna
biru artinya penolak rasa sakit/penyakit
·
Warna
hitam artinya penolak rasa lapar
·
Warna
hijau artinya penolak rasa angkara murka (marah)
·
Warna
putih artinya penolak rasa birahi
·
Warna
Oranye artinya penolak rasa takut
·
Warna
merah artinya penolak rasa tenteram
·
Warna
ungu artinya penolak rasa jahat
Pada praktek sehari-hari warna
juga dapat dimanfaatkan untuk mengubah atau memperbaiki proporsi ruang secara
visual demi peningkatan kenyamanan
·
Langit-langit
rumah yang teralu tinggi dapat diturunkan dengan memberi warna hangat dan agak
gelap
·
Langit-langit
yang agak rendah diberi warna putih atau cerah dan diikuti 20cm dari dinding
bagian paing atas diberi warna putih yang memberi kesan langit-langit
seakan-akan melayang dengan suasana yang sejuk.
·
Warna
aktif seperti merah, oranye pada bidang yang luas memberi kesan memperkecil
ruang
·
Ruang
yang agak sempit panjang dapat berkesan pendek dengan memberi warna hangat pada
dinding bagian muka, sedang untuk berkesan luas diberi warna dingin seperti
warna putih.
·
Dinding
tidak seharusnya dari lantai diberi warna yang sama, jika dinding bergars
horizontal ruang berkesan terlindung, sedang evertikal berkesan lebih tinggi.
Apabila ekologi tidak diterapkan
dalam dunia Arsitektur
Salah
satu aspek penting dalam desai arsitektur yang semakin hari semakin dirasakan
penting adalah penataan energy dalam bangunan. Krisis sumber energi tak
terbaharui mendorong arsitek untuk semakin peduli akan energy dengan cara
beralih ke sumber energy terbaharui dalam merancang bangunan yang hemat energy.
Konsep penekanan desain ekologi arsitektur didasari dengan maraknya issue
global warming. Diharapkan dengan konsep perancangan yang berdasar pada
keseimbangan alam ini, dapat mengurangi pemanasan global sehingga suhu bumi
tetap terjaga. Kebanyakan arsitek hanya mementingkan desain pada bangunan itu
sendiri dan tidak melihat disekeliling dampak pada lingkungan tersebut. Apabila
tidak diterapkan ekologi dalam arsitektur maka akan terjadi:
1.
Apabila
bangunan terbuat dari kaca akan terjadi pemanasan global dan seharusnya
diperbanyak vegetasi pada bangunan dan lingkungan tersebut
2.
Apabila
bangunan tersebut penghambat arah lajur perairan maka akan menghambat air-air
bekas hujan sehingga mengakibatan banjir.
*Arsitektur
Yang Sadar Lingkungan
1.
Holistik
Konsep
ekologi arsitektur yang holistik
Sebenarnya,
eko-arsitektur tersebut mengandung juga bagian-bagian dari
arsitektur
biologis (arsitektur kemnusiaan yang memperhatikan kesehatan), arsitektur
alternatif,
arsitektur matahari (dengan memanfaatkan energi surya), arsitektur bionik
(teknik
sipil dan konstruksi yang memperhatikan kesehatan manusia), serta biologi
pembangunan.
Maka istilah eko-arsitektur adalah istilah holistik yang sangat luas dan
mengandung
semua bidang.
Eko-arsitektur
tidak menentukan apa yang seharusnya terjadi dalam arsitektur
karena
tidak ada sifat khas yang mengikat sebagai standar atau ukuran baku. Namun,
eko-arsitektur
mencakup keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya. Eko-
arsitektur
mengandung juga dimensi yang lain seperti waktu, lingkungan alam, sosio
cultural, ruang,
serta teknik bangunan. Hal ini menunjukkan bahwa eko-arsitektur bersifat
lebih
kompleks, padat, vital dibandingkan dengan arsitektur pada umumnya.
2.
Hemat Energi.
Manusia
hidup bagi banyak kegiatan ia pasti memerlukan energi, untuk menyediakan
makanan,
untuk membakar batu bara dan untuk memproduksi peralatan dalam bentuk
apapun dan
pasti akan selalu membebani lingkungan alam. Api yang dapat
memberikan
kehangatan dan menerangi kegelapan tetapi yang juga mengandung
kekuatan
merusak yang menakutkan, dapat melambangkan energi dan bahan
bakarnya.
Bahan bakar dapat digolongkan menjadi 2 kategori yaitu yang dapat
diperbaharui
dan yang tidak dapat diperbaharui. Walaupun kita telah mengetahui
perbedaan
diantara keduanya, manusia tetap cenderung memanfaatkan energi yang
tidak
dapat diperbaharui (batu bara, minyak, dan gas bumi) karena dianggap
penggunaannya
lebih mudah. Penggunaan energi untuk seluruh dunia diperkirakan
3×1014 MW
per tahun, yang berarti bahwa bahaya bagi manusia bukan hanya terletak
pada
kekurangan energi tetapi juga pada kebanyakan energi yang dibakar dan
mengakibatkan
kelebihan karbondioksida di atsmosfer yang mempercepat efek rumah
kaca dan
pemanasan global.
3.
Material Ramah Lingkungan.
Adapun
prinsip-prinsip ekologis dalam penggunaan bahan bangunan :
·
Menggunakan bahan baku, energi, dan
air seminimal mungkin.
·
Semakin kecil kebutuhan energi pada
produksi dan transportasi, semakin kecil
pula limbah yang
dihasilkan.
·
Bahan –bahan yang tidak seharusnya
digunakan sebaiknya diabaikan
· Bahan bangunan diproduksi dan
dipakai sedemikian rupa sehingga dapat dikembalikan ke dalam rantai bahan
(didaur ulang).
·
Menggunakan bahan bangunan harus
menghindari penggunaan bahan yang berbahaya (logam berat, chlor)
·
Bahan yang dipakai harus kuat dan
tahan lama
·
Bahan bangunan atau bagian bangunan
harus mudah diperbaiki dan diganti.
4.
Peka Terhadap Iklim
Pengaruh iklim pada bangunan. Bangunan sebaiknya dibuat
secara terbuka dengan
jarak
yang cukup diantara bangunan tersebut agar gerak udara terjamin. Orientasi
bangunan
ditepatkan diantara lintasan matahari dan angin sebagai kompromi antara
letak
gedung berarah dari timur ke barat, dan yang terletak tegak lurus terhadap arah
angin.
Gedung sebaiknya berbentuk persegi panjang yang menguntungkan penerapan
ventilasi
silang.
DASAR-DASAR
EKO-ARSITEKTUR
Dalam
eko-arsitektur terdapat dasar-dasar pemikiran yang perlu diketahui, antara lain
:
1. Holistik
Dasar
eko-arsitektur yang berhubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai satu
kesatuan yang lebih penting dari pada sekedar kumpulan bagian.
2. Memanfaatkan
pengalaman manusia
Hal
ini merupakan tradisi dalam membangun dan merupakan pengalaman lingkungan alam
terhadap manusia.
3. Pembangunan
sebagai proses dan bukan sebagai kenyataan tertentu yang statis.
4. Kerja sama
antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan kedua belah pihak.
Dengan
mengetahui dasar-dasar eko-arsitektur di atas jelas sekali bahwa dalam
perencanaan maupun pelaksanaan, eko-arsitektur tidak dapat disamakan
dengan arsitektur masa kini. Perencanaan eko-arsitektur merupakan proses dengan
titik permulaan lebih awal. Dan jika kita merancang tanpa ada perhatian
terhadap ekologi maka sama halnya dengan bunuh diri mengingat besarnya dampak
yang terjadi akibat adanya klimaks secara ekologi itu sendiri. Adapun pola
perencanaan eko-arsitektur yang berorientasi pada alam secara holistik adalah
sebagai berikut :
a. Penyesuaian pada lingkungan alam
setempat.
b. Menghemat energi alam yang tidak
dapat diperbaharui dan mengirit penggunaan energi.
a. Memelihara
sumber lingkungan (air, tanah, udara).
b. Memelihara dan
memperbaiki peredaran alam dengan penggunaan material yang masih dapat
digunakan di masa depan.
c. Mengurangi
ketergantungan pada pusat sistem energi (listrik, air) dan limbah (air limbah,
sampah).
d. Penghuni ikut secara aktif
dalam perencanaan pembangunan dan pemeliharaan perumahan.
e. Kedekatan
dan kemudahan akses dari dan ke bangunan.
f. Kemungkinan
penghuni menghasilkan sendiri kebutuhan sehari-harinya.
g. Menggunakan
teknologi sederhana (intermediate technology), teknologi alternatif atau
teknologi lunak.
UNSUR-UNSUR
POKOK EKO-ARSITEKTUR
Unsur-unsur
alam yang dijadikan pedoman oleh masyrakat tradisional antara lain udara, air,
api, tanah (bumi), merupakan unsur-unsur pokok yang sangat erat dengan
kehidupan manusia di bumi. Dalam kehidupan masyarakat modern pun juga harus
tetap memperhatikan unsur-unsur tersebut karena sedikit saja penyalahgunaan
unsur alam tersebut besar akibatnya terhadap keseimbangan ekologis. Adapun
unsur-unsur pokok eko-arsitektur dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Contoh bangunan ekologis :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar